Diduga Lahan Digusur, Warga Lapor ke Lembaga Adat, Distrik Manager PT AAS : Itu Fitnah

Ungkap.co.id – Persoalan sengketa lahan antara warga dari 12 Desa di Kecamatan Mandiangin, Sarolangun menemui babak baru. Yang mana persoalan itu baru-baru ini telah dilaporkan kepada Lembaga Adat Kecamatan Mandiangin.


Dari laporan tersebut, Kamis (8/8/2019), Ketua LAD Kecamatan Mandiangin Datuk M Zen yang di dampingi Datuk Musa Yunus, Datuk Turas Mihwan dan Datuk Haziyusar, serta Sekretaris Lembaga Adat Rendra Aptalisma mendatangi lokasi lahan warga yang terletak di Sungai Cawang Desa Guruh Baru, Kecamatan Mandiangin.

Kedatangan tim Lembaga Adat kecamatan Mandiangin ini Guna memastikan kebenaran dari pengaduan masyarakat tentang Lahannya yang beberapa tahun lalu telah digusur oleh pihak perusahan yaitu PT AAS.

Tim LAD yang di pimpin oleh Datuk M Zen melihat secara langsung Lokasi Perkebunan karet milik Aryos, Samsul, Nasir, Rido, jibun dan M Nasir yang tepat nya berada di lokasi Sungai Cawang.

“Iya kami menerima pengaduan dari masyarakat yang didampingi LSM Sp3LH setelah kami menerima pengaduan itu kami langsung melihat ke lokasi. Memang kami temukan di Lokasi lahan ini pohon karetnya yang masih hidup, dan puing-puing bekas pohon karet yang masih berada di dalam area yang sudah ditanam oleh pihak perusahaan. Jadi kami anggap laporan masyarakat ini benar adanya,” kata Ketua Lembaga Adat Kecamatan Mandiangin M. Zen saat diwawancarai usai memeriksa lahan kebun warga tersebut.

“Sebelum kami mendatangi langsung ke lapangan atau lokasi ini, kami belum bisa memastikan kebenarannya. Langkah awal yang akan kami lakukan adalah akan menghubungi pihak perusahaan. Kami mengajak musyawarah untuk mufakat, jangan masyarakat ini dirugikan,” kata M. Zen lagi.

Tim Lembaga Adat juga telah mengajukan beberapa pertanyaan kepada pemilik lahan, salah satunya adalah kepada warga yang bernama Ariyos. Ariyos pun menguraikan dari awal mulanya membuka kebun di lahan tersebut, jauh sebelum adanya perusahaan.

“Kami beladang di sini sebelum PT AAS Ado di sini,” ungkapnya.

Menurut Ariyos dia membuka lahan perkebunan karet dimulai dari tahun 2006, 2007 dan tahun 2008.

“Kami ini hanya meminta ganti Rugi kebun karet kami. Semua bibit itu kan kami beli, belum lagi biaya upah angkut bibitnya. Beladang ini dimulai dari numbang semua memakai biaya,” tutur Ariyos.

Sementara itu, Samsul seorang warga yang lahannya juga ikut tergusur saat dimintai keterangannya mengatakan, jika pengusuran juga terjadi dibeberapa tempat.

“Yakni lokasi Kulim, lokasi Pulai, lokasi Kem Nangke, lokasi km 51, Sungai Makela, dan lokasi Ningal Bneh,” ujarnya.

Menanggapi persoalan yang terjadi antara PT AAS dan Warga dari 12 Desa di wilayah Kecamatan Mandiangin, Katua umum LSM Sp3LH Sukiman dengan tegas mengatakan, PT AAS sudah mengingkari MoU yang ditandatangani sewaktu mediasi di Kantor Kehutanan Provinsi Jambi, tentang kesepakatan penghentian konflik pasal 3, bagian (1) para pihak berjanji untuk :

a. Menjaga kondisi Perdamayan di area objek kesepakatan.
b.menjaga keamanan area objek kesepakatan dari bahaya kebakaran hutan, ilegal logging, dan pembakaran hutan.

(2) Pihak pertama :
a.berjanji untuk tidak melakukan penggusuran lahan dan/atau penebangan tanaman milik pihak kedua yang sudah produktif tetapi bukan untuk tanaman baru ditambah serta tidak melakukan aktivitas yang akan menghilangkan barang bukti .
b.dapat melakukan pemanenan tanaman miliknya.

“Namun apa yang terjadi di lapangan warga berhasil menemukan racun kayu yang masih berisi di dalam sebuah botol Aqua dari lahan warga yang diduga racun untuk membunuh tanaman pohon karet warga. Hal ini pun telah dilaporkan ke salah satu humas perusahaan yang kerap dipanggil Simbolon. Artinya pihak perusahaan telah melanggar dari ini surat kesepakatan yang telah ditandatangani bersama. Pihak perusahaan ingin menghilangkan barang bukti dengan cara membunuh tanaman warga, serta masih melakukan penggusuran setelah perjanjian beberapa bulan yang lalu,” tegas Sukiman.

Terkait hal ini, dikonfirmasi via Whatsapp kepada Distrik Manager PT AAS Firman Purba membantahnya. Ia mengatakan bahwa itu adalah tuduhan dan fitnah. Menurutnya kegiatan perusahaan saat ini adalah memanen kayu HTI ditanam sejak 5-7 tahun yang lalu, tidak ada yang namanya menggusur dan apalagi sampai menghilangkan barang bukti. Apa yang ditanam perusahaan sekira pada tahun 2012-2014 yang silam, itulah yang dipanen.

“Jadi, saya tidak memahami istilah mereka yang mengatakan menggusur atau menghilangkan barang bukti.
Pemerintah memberikan ijin kepada PT.WN dan PT.AAS di dalam kawasan hutan produksi yang layak ditanami HTI dengan tujuan agar tanah negara tersebut dihutankan dengan hutan tanaman, juga memberikan ijin memanfaatkan tanaman tersebut saat dipanen. Selain itu pemerintah juga memberikan kewajiban agar hutan itu tetap dijaga. Nah, kalau saat ini setelah 5-7 tahun kita sudah ditanami, lalu ada orang mengatakan perusahaan telah menggusur, itu artinya sudah keliru,” bebernya.

Lanjutnya, mengapa dikatakan keliru?

1. Menuntut adanya penggusuran 5 tahun lalu. Mengapa tidak dihentikan saja dahulu kalau memang ada yang digusur saat menanam HTI itu.

2. Pemerintah berarti sudah keliru memberikan areal bermasalah kepada perusahaan, sehingga kalau ini diganti rugi oleh perusahaan, berarti perusahaan telah dimanfaatkan pemerintah untuk menyelesaikan hutan yang bermasalah dan sekarang setelah hutan baik dipaksa untuk ganti rugi, Pasti ini tidak benar.

Perusahaan tidak mungkin mengganti rugi, sebab kalau ada pohon atau kayu di dalam areal untuk dijadikan HTI, kayunya pasti dibayar dulu kepada pemerintah, baru bisa dimanfaatkan. Jadi apa yang dimaksud menggusur? Hasil panen sekarang pun tetap bayar kepada pemerintah kalau kayunya dimanfaatkan.

3. Bagi mereka yang menuduh perusahaan menggusur adalah tidak mungkin perusahaan menggusur kebun karet masyarakat, walaupun masyarakat itu dahulu telah menggarap lahan tanpa ijin. Sebab terbukti sekarang petak-petak tanaman HTI yang ada sekarang bersebelahan dengan petak-petak kebun karet yang telah ada sebelum tahun 2012. Kalau perusahaan mau menggusur, kenapa masih membiarkan tanaman karet yg bisa tumbuh berdampingan sekarang? Gusur saja dulu 7 tahun lalu supaya lebih efisien.

“Tentang tuduhan menghilangkan barang bukti, itu jelas2 fitnah. Andai bapak bisa melihat langsung ke lapangan yang terjadi adalah sebaliknya. Banyak oknum masyarakat melakukan pengrusakan tanaman acacia kami dengan cara: mula-mula secara diam-diam mereka menanam karet dibawah pohon Acacia tersebut, setelah beberapa bulan atau tahun ketika karet tersebut mulai sebesar telunjuk,” imbuhnya.

Ungkap Firman Purba, mereka (oknum masyarakat) mulai membunuh tanaman acacia milik perusahaan dengan dua cara, yaitu :

Pertama ada yang melakukan pengupasan kulit tanaman Acacia itu dengan istilah diteres atau diketing sehingga mati pelan-pelan.

Kedua dengan cara melukai tanaman acacia itu lalu memasukkan racun pohon, sehingga pohon-pohon itu mati pelan-pelan satu per satu. Pada akhirnya tanaman karet dapat bertumbuh menjadi lebih besar. Hal ini banyak terjadi menjadi modus penyerobotan lahan. Beberapa orang telah tertangkap dan diproses hukum yang melakukan modus seperti itu.


“Jadi tuduhan yang bapak sampaikan tadi semuanya itu fitnah dan hanya ingin memperkeruh suasana. Harapan kami, marilah kita menegakkan kebenaran dan memberdayakan masyarakat untuk hidup dengan benar,” imbuhnya lagi.

Saat ditanya bagaimana tanggapannya terkait persoalan ini telah di laporkan ke Lembaga Adat Kecamatan Mandiangin?

“Beberapa mediasi yang dilakukan oleh pemerintah bila diperhadapkan langsung dengan kami selalu berbuntut debat yang tidak kondusif. Karena tidak dibarengi dengan kepala yang dingin. Dalam diskusi harus ada solusi, Solusi yang baik harus win-win, dan mematuhi rambu-rambu peraturan yg diakui. Kami tidak dapat menyatakan apakah kami bisa menghadiri bila diundang, mengingat hal-hal yang saya sebutkan tadi,” jawabnya. (An)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *