Kejati Babel Didemo Puluhan Wartawan

Puluhan wartawan demo di Kejati Babel
Puluhan wartawan dari sejumlah daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang terhimpun dalam organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) serta lainnya, mendatangi Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Babel. Foto : Istimewa

Ungkap.co.id Puluhan wartawan dari sejumlah daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang terhimpun dalam organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) serta lainnya, mendatangi Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Babel.

Aksi ini buntut intimidasi terhadap salah seorang jurnalis lokal, ketika dihalangi mengambil gambar saat kunjungan Kajagung RI, ST Baharuddin pada Rabu (27/7/2022) lalu.


Ironisnya, selain dihalangi, jurnalis tersebut diajak bertarung oleh salah seorang staf Kejati Babel.

“Kami dari AJI Kota Pangkalpinang sangat menyayangkan intimidasi ini, bukankah selama ini suatu kinerja pemerintah bisa diketahui masyarakat disampaikan oleh media,” kata Ketua AJI Kota Pangkalpinang, Barliyanto saat aksi di Pangkalpinang, Jumat (29/7/2022).

“Hal seperti ini harusnya tidak terjadi, sebab jurnalis dilindungi undang-undang pers dalam menjalankan tugas dan profesi di lapangan,” ujarnya.

Baca Juga : Melawan Kriminalisasi Pers, Jurnalis Asrul Ajukan Kasasi

Hal senada diungkapkan Ketua PWI Bangka Belitung, M Fhaturachman atau yang akrab disapa Boy, yang sangat menyayangkan masih terjadinya tindakan intimidasi oleh suatu institusi pemerintah yang melarang meliput.

“Ini harus menjadi contoh bagi semua instansi pemerintah, kami sebagai wartawan/ jurnalis di sini untuk meliput, bukan berkelahi layaknya atlet MMA,” jelas Boy.

Sedangkan, Ketua IJTI Babel, Joko Setiawanto, menegaskan kemerdekaan pers sampai saat ini masih belum terlaksana sepenuhnya, padahal semua diatur dalam undang-undang.

“Intimidasi ini menunjukkan kemerdekaan pers masih terbelenggu, dengan adanya pembatasan dan larangan di lapangan,” tukas Joko.

“Memang antara teman kami dan perusahaan sudah saling memaafkan, namun sebagai wadah konstituen atau organisasi profesi, kami mendukung aksi ini supaya oknum tersebut bisa ditindaklanjuti,” paparnya.

Dalam aksi solidaritas tersebut, puluhan orang meminta supaya Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Babel dapat hadir menemui massa untuk minta maaf kepada semuanya, tapi hanya diwakili Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati Babel, Basuki Rahmat.

Selain itu, dalam aksi juga, massa yang diwakili tiga organisasi profesi jurnalis/ wartawan menyerahkan surat pernyataan dan sejumlah spanduk kepada petugas keamanan sebagai tanda kekesalan massa tidak hadirnya Kajati Babel.

Baca Juga : Forum Jurnalis Indonesia Kutuk Keras Penembakan Jurnalis di Sumut

Mengakhiri aksi, massa menyanyikan lagu Bagimu Negeri, bahwa solidaritas dan kecintaan terhadap tanah air terus diperjuangkan melalui karya tulisan dan pikiran melalui media selaku salah satu pengontrol kebijakan pemerintah.

Sementara itu, Kasipenkum Kejati Bangka Belitung, Basuki Raharjo mengaku Kajati Babel tidak ada di kantor sedang melaksanakan tugas luar daerah, sehingga tidak bisa hadir langsung menemui massa.

“Tadi sudah kami upayakan untuk video call, sesuai keinginan kawan-kawan semuanya untuk minta maaf langsung, tapi tidak nyambung juga,” tandas Basuki.

“Maka itu kami minta maaf, dan apa yang disampaikan dalam aksi damai ini akan kami tindaklanjuti ke atasan,” pungkas Basuki.

AJI Pangkalpinang Sayangkan Intimidasi kepada Jurnalis

Puluhan jurnalis yang tergabung dalam beberapa organisasi pers di Provinsi Bangka Belitung mengadakan aksi pengumpulan massa dan berorasi menuntut permintaan maaf dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Babel di depan Gedung Kejati Bangka Belitung, Jumat (29/7/2022) siang.

Aksi massa yang digelar itu buntut intimidasi oleh salah seorang petugas di Kajati Babel kepada salah satu wartawan lokal di Bangka Belitung pada Rabu (27/7/2022) lalu.

Tindakan tak terpuji tersebut bermula ketika Antoni Ramli, Wartawan Bangka Pos (Grup Tribune) meliput kedatangan Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanudin ke Bangka Belitung.

Menanggapi hal ini, Ketua AJI Pangkalpinang, Barlyanto menyampaikan AJI Kota Pangkalpinang sangat menyayangkan adanya intimidasi tersebut.

Menurutnya, hal seperti ini seharusnya tidak pernah terjadi. Pasalnya, profesi jurnalis telah dilindungi dalam undang-undang pers, demi menjalankan tugas dan profesinya di lapangan.

Perihal lain yang menjadi sorotan, ialah kurang terbukanya para pejabat publik dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Hal ini terbukti dengan sering terjadinya penolakan peliputan para jurnalis dalam menjalankan tugas.

“Bukankah selama ini suatu kinerja pemerintah bisa diketahui masyarakat disampaikan oleh media,” ujar Barly dalam orasinya di depan Gedung Kejati Bangka Belitung, Jumat (29/7/2022).

Barly mengaku heran dengan tertutupnya pejabat publik dalam memberikan informasi kepada para awak media, padahal mereka adalah pejabat publik, sementara wartawan dan jurnalis adalah intrepretasi dari masyarakat.


Baca Juga : PWRI Bungo Minta Polisi Tangkap Pelaku Pengeroyokan 2 Wartawan

“Wajar kalau masyarakat ingin tahu apa yang mereka kerjakan, karena para pejabat dibayar oleh uang rakyat. Dan juga itu hak kita sebagai perwakilan dari masyarakat untuk tahu yang telah mereka lakukan,” ungkap Barly.

Ia menuturkan, Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 telah mengatur bahwa jurnalis bertugas sebagai pemberi informasi, edukasi, hiburan serta kontrol sosial. Jadi ia mewajarkan jika sudah sepatutnya masyarakat harus mengetahui hasil dari apa yang dikerjaan pejabat publik.

Sekali lagi, Barly menekanan, sudah menjadi tugas dari jurnalis untuk meliput dan melakukan pekerjaan-pekerjaan jurnalistik. Karena itu ia lantas tak paham jika pejabat publik bersifat tak terbuka kepada media dan menghalang-halangi kerja jurnalis.

“Berapa kali pejabat datang tapi tidak boleh diliput, aneh itu. Masa masyarakat tidak boleh tahu apa yang dikerjakan pelayannya. Menghalangi kerja jurnalis bisa diancam pidana dalam UU Pers dengan ancaman denda Rp 500 juta dan 2 tahun penjara,” pungkas Barly. (***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *