AJI Mataram Kutuk Intimidasi Oknum Propam Polda NTB Terhadap Jurnalis

Ilustrasi wartawan
Ilustrasi. (Istimewa)

Ungkap.co.id  Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram mengutuk keras intimidasi terhadap jurnalis NTB Satu Mugni oleh orang yang mengaku dari Propam Polda NTB.

Intimidasi ini setelah Mugni menulis berita soal dugaan pungutan liar pengurusan asuransi kecelakaan lalu lintas di Satlantas Polresta Mataram.

Bacaan Lainnya

Berita terbit di laman NTB Satu dengan judul
“Korban Kecelakaan Diduga Dipungut Jutaan Rupiah, Ini Respons Kapolresta Mataram” yang tayang pada 22 November 2022.

Narasi berita memuat kronologi kejadian pungli berikut konfirmasi dari korban dan Kapolresta Mataram.

Buntut penayangan berita tersebut, pada Rabu 23 November 2022, Mugni diminta mencabut berita tersebut dengan didatangi langsung di rumahnya.

Baca Juga : Dua Wartawan Dipukul dan Dipaksa Minum Air Kencing Oknum Pejabat

Selanjutnya Mugni dihubungi seseorang dari Propam Polda NTB yang beralasan hendak meminta wawancara kasus tersebut.

Mugni menawarkan pertemuan di markas Polda NTB namun anggota mengaku Propam Polda NTB itu bersikukuh bertemu di luar kantor.

Selanjutnya, Mugni dialihkan untuk bertemu anggota Paminal Polda NTB bernama Aris.

Keesokan harinya, Mugni ke ruang Paminal Polda NTB meskipun tidak mengetahui alasan pemanggilan tersebut.

Mugni lantas hendak diminta keterangannya dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Namun Mugni menolak dengan alasan bukan korban pungli seperti dimaksud dalam narasi berita.

Anggota Paminal tetap meminta menyampaikan dugaan pungli dalam bentuk BAP.

Baca Juga : Oknum Polisi Suruh Wartawan Ngomong Sama Pohon, FWJ: Tak Semudah Itu

Tetapi Mugni menolak sembari menerangkan apabila ada sengketa pemberitaan maka diadukan melalui pemimpin redaksi.

Hingga akhirnya, Mugni dipanggil Kabid Propam Polda NTB Jumat, 25 November 2022.

Ketua AJI Mataram Muhamad Kasim mengecam intimidasi terhadap jurnalis.

“Intimidasi ini menegaskan sikap aparat yang melakukan penyalahgunaan kekuasaannya untuk mengekang kerja jurnalistik,” ucapnya.

Merujuk pada Pedoman Media Siber, kata dia, berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.

Kasim menambahkan,seharusnya aparat kepolisian mempedomani Perjanjian Kerja Sama antara Dewan Pers dengan Polri.

Dewan Pers dan Polri telah menandatangani PKS tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.

PKS pertama ini sebagai turunan dari nota kesepahaman (MoU) Dewan Pers – Polri untuk meminimalisir kriminalisasi karya jurnalistik. Sebagaimana tertuang dalam surat Nomor: 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor: NK/4/III/2022.

Baca Juga : Permasalahan Intimidasi Wartawan Oleh Oknum Perwira Polres Muaro Jambi Sudah Clear

PKS ini ditandatangani oleh Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Arif Zulkifli dengan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komjen. Pol. Drs. Agus Andrianto, S.H., M.H di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 10 November 2022.

Selain itu, narasumber baik pejabat ataupun masyarakat, bisa menempuh cara-cara sesuai yang diatur dalam mekanisme penyelesaian sengketa pers ketika merasa pemberitaan tidak berimbang melalui hak koreksi atau hak jawab.

“Kami mendesak agar Kapolda NTB dan jajarannya mematuhi pelaksanaan teknis pelindungan kemerdekaan pers sehingga tidak ada lagi kasus kekerasan jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian,” tutup Kasim. (Rls)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *