Demi Keadilan Restoratif, Kejari Batam Bebaskan 3 Tersangka Perkara Berbeda

Kejari Batam
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Herlina Setyorini, SH., MH menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif terhadap salah satu dari 3 orang tersangka dalam perkara yang berbeda. Foto : Mulyadi

Ungkap.co.id – Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Herlina Setyorini, SH., MH menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif terhadap 3 orang tersangka dalam perkara yang berbeda.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Herlina Setyorini, SH., MH melalui Kasi Intel, Riki Saputra, SH., MH mengatakan, tersangka orang yang mendapatkan keadilan restoratif tersebut adalah, Kamaruddin Bin (Alm.) Masalu, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76 C UU. RI. No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Bacaan Lainnya

Selanjutnya, Jefrianto Aritha, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU. RI. No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

“Terakhir, Ahmad Awalin Naja Bin M. Joni, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP Jo Pasal 53 KUHP,” kata Riki dalam rilis resminya, pada Rabu, 27 April 2022.

Terhadap para tersangka tersebut, bilang Riki, sebelumnya telah melalui tahapan-tahapan pengajuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif secara berjenjang sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran JAM Piudm Nomor : 01/E/Ejp/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Baca Juga : Bea Cukai Batam Amankan Nakhoda dan Kapal Cepat Berisi 768.000 Rokok Ilegal

Lanjutnya, adapun yang menjadi alasan terkait dengan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap para tersangka, yakni para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.

Seterusnya ancaman pidana yang disangkakan terhadap para tersangka tidak lebih dari 5 tahun dan telah dilaksanakan proses perdamaian antara tersangka dengan korban.

“Selain itu, tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Pertimbangan-pertimbangan sosiologis dan melihat adanya respons positif dari masyarakat terhadap penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut,” Riki memungkasi. (Mulyadi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *