Ungkap.co.id — Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Rokan Hilir (Rohil) menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Rudianto Sianturi yang didakwa oleh JPU melakukan penyerobotan lahan dan atau menggunakan surat palsu. Hal tersebut dinilai tidak sesuai dengan fakta persidangan, Senin, 20 Desember 2021
Karena berdasarkan fakta persidangan saksi-saksi yang dihadirkan termasuk pelapor, tidak dapat membuktikan surat palsu mana yang digunakan terdakwa. Jika merujuk pada petikan putusan MA nomor 62 K/Pid/2021, di sana juga tidak dicantumkan surat-surat mana saja yang dinyatakan palsu.
Jika dikatakan menyerobot lahan, terdakwa mengerjakan lahannya sendiri yang diperoleh berdasarkan kompensasi dari masyarakat Desa Air Hitam yang telah rapat sebelumnya, untuk diberikan kepada orang yang telah membuka akses jalan ke Desa Air Hitam. Terdakwa telah turut serta membuka akses jalan di Desa Air Hitam, setelah itu Penghulu Desa Air Hitam, sah pada saat itu mengeluarkan surat-surat untuk terdakwa.
Demikian disampaikan oleh Daniel Pratama, SH., MH yang didampingi rekannya Josua Sitinjak, SH selaku penasehat hukum terdakwa, usai persidangan dalam keterangan persnya.
“Putusan majelis hakim tersebut telah mencerminkan rasa keadilan, bahwa sejalan dengan jiwa ketentuan-ketentuan undang-undang. Hakim seyogyanya mendasarkan putusannya sesuai dengan kesadaran hukum dan perasaan hukum yang sedang hidup dalam masyarakat ketika putusan itu dijatuhkan,” kata Daniel.
Baca Juga : Berdasarkan Fakta Persidangan, Hakim PN Tebo Putuskan Iday Tidak Bersalah
Ia melanjutkan, tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat.
Menurutnya, dari fakta persidangan yang ada dan keterangan para saksi yang dihadirkan terhadap permasalahan antara pelapor dan terdakwa ini merupakan permasalahan sengketa lahan.
“Yang mana dalam hal ini kedua belah pihak mengklaim memiliki lahan yang berada di tempat yang sama. Dari keterangan saksi didapati fakta bahwa lahan pelapor yang bermasalah dengan Rudianto Sianturi berkisar kurang lebih 65 hektar, sedangkan lahan pelapor dkk berjumlah kurang lebih 400 hektar,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, di mana masih ada lebih kurang 335 hektar lagi lahan pelapor yang juga belum dapat dikuasai pelapor. Oleh karena juga di klaim oleh masyarakat Air Hitam.
Di sini ia juga berharap kedepannya pemidanaan bukan menjadi cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan sengketa lahan. Oleh karena berdasarkan asas ultimum remedium yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.
“Apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain, yakni kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata, ataupun hukum administrasi, hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui,” tutupnya. (Jumilan)