Walaupun Pilkada Jambi 2020 telah usai, terutama Pilkada Gub/Wagub Jambi 2020 – terlepas ada mekanisme melalui MK, namun berbagai catatan politik terlalu sayang untuk dilewatkan. Apalagi terlalu sayang tidak dituliskan.
Catatan selanjutnya adalah gambaran politik Jambi 2020. Sekaligus memberikan pengalaman untuk membaca politik Jambi 2020.
Bukankah menurut tetuo di kampung, Pengalaman adalah guru yang paling berharga.
Catatan dimulai dari cara membaca Lembaga survey menjelang debat kandidat terakhir. Debat kandidat yang diikuti Calon Gubernur dan calon wakil Gubernur Jambi 2020.
Pertama. Hampir seluruh Lembaga survey menempatkan Paslon 2 dan paslon 3 sebagai pemenang Pilgub Jambi 2020.
Sebelum melakukan penilaian terhadap kiprah Lembaga survey yang menyatakan Al Haris-Sani di kisaran 23 % pada Lembaga survey pertama. Dan 26 % pada Lembaga survey kedua.
Sebagai metodologi yang dilakukan Lembaga survey, kaidah-kaidah ilmiah harus ditempatkan sebagai penghormatan ilmu pengetahuan.
Namun sebagaimana yang disampaikan berbagai sumber, menyebutkan hanya 42 % masyarakat yang menggunakan internet, mendapatkan akses internet dan mengetahui perkembangan pilkada Jambi 2020. Terutama Pilkada Gub/Wagub Jambi 2020.
Tentu saja angka 58 % tidak dapat dijadikan responden. Baik karena mereka sama sekali tidak mendapatkan asupan informasi yang cukup mengenai perkembangan global terutama dunia internet.
Responden yang dimasukkan kedalam angka kisaran 58 % dapat dikatakan sebagai “area blank spot”. Area kosong.
Area ini sama sekali jauh dari pantauan. Sehingga tidak menempatkan area blank spot sebagai responden menyebabkan “cara membaca” hasil survey kemudian membuat suara yang diraih oleh Al Haris-Sani kemudian tidak terbaca.
Lembaga survey justru gagal menangkap area blank spot dan mengabaikan mata pilih yang kemudian menjulang suara dan membuat Al Haris-Sani kemudian menjadi pemenang.
Kegagalan memotret area blank spot sekaligus tidak menempatkan menjadi responden, menyebabkan Lembaga survey begitu yakin beberapa hari menjelang pemilihan kemudian menempatkan Al Haris-Sani Cuma berkisar angka 23 % dan 26 %.
Lihatlah. Semula hanya menempatkan Al haris-Sani cuma 23 % kemudian mampu meraup suara hingga 38,1 %. Atau dari 26 % hingga mencapai 38,1 %.
Lalu apa hipotesis yang dapat menjelaskannya.
Apakah kemampuan dari tim pemenangan Al haris-Sani hanya beberapa hari mampu mendongkrak 23 % ke 38,1 %. Atau 26 % ke 38,1 %.
Dengan kata lain hanya beberapa hari mampu meraih hingga 15 % atau 12 %.
Tidak mungkin.
Itu adalah angka mustahil yang didapatkan oleh kandidat manapun. Atau dengan kata lain, sama sekali tidak mungkin dilakukan oleh tim pemenangan manapun.
Namun penjelasan yang logis adalah “tidak menempatkan area blank spot” sebagai responden” sehingga angka kisaran kenaikan 12 % – 15% tidak mungkin terjadi.
Padahal apabila area blank spot dijadikan responden maka kisaran bukanlah angka kisaran 23 % – 26 %. Tapi bisa mencapai 32 %. Sehingga dalam kisaran waktu beberapa hari dapat dimengerti apabila tidak bisa membaca kemenangan Al Haris-Sani.
Ketidakcermatan didalam menentukan area blank spot sebagai responden menyebabkan Lembaga survey tidak berani menetapkan Al Haris-Sani sebagai pemenang.
Sekaligus tidak mampu menerangkan kemenangan Al Haris-Sani ketika semula ditempatkan Cuma kisaran 23 % – 26 % namun justru meraih kemenangan.
Hingga kini Lembaga survey sama sekali belum memberikan penjelasan kepada masyarakat Jambi. Mengapa ketika Al Haris-Sani Cuma ditempatkan di kisaran angka 23 % – 26% namun berhasil meraih kemenangan.
Padahal public berhak mendapatkan penjelasan logis. Sekaligus memberikan Pendidikan kepada masyarakat.
Sehingga masyarakat dapat mengerti sekaligus memberikan pandangan terhadap penggunaan ilmu pengetahuan didalam memotret politik di Jambi.
Mari kita tunggu penjelasan resmi dari Lembaga survey.
Oleh : Musri Nauli, Direktur Media Publikasi dan Opini Tim Pemenangan Al Haris-Sani