Ungkap.co.id – Sidang lanjutan kasus suap uang ketok Palu RAPBD Provinsi Jambi 2018 dengan terdakwa Joe Fandy Yusman alias Asiang kembali digelar yang beragendakan saksi.
Dimana Jaksa Penutut umum (JPU) menghadirkan eman orang saksi yaitu, Mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, Asrul Pandapotan Sihotang, mantan Plt Sekda Provinsi Jambi, dan tiga mantan anggota DPRD Provinsi Jambi Periode 2014-2019.
Ayo Baca : Zainal Abidin ke Zumi Zola : Pesan Kopi dan Pisang Goreng Untuk Pak Zola
Dalam persidangan yang diketuai majelis hakim Viktor Togi Rumahorbo, Senin (12/11) di Pengadilan Tipikor Jambi. Dalam kesaksianya, Zumi Zola merasa diperas dengan pimpinan dewan Provinsi Jambi, karena harus memenuhi permintaan berupa uang ketok palu, serta fee proyek atas pembangunan jalan layang Simpang Mayang.
“Awalnya saya diberitahu oleh pak Erwan, kalau DPRD minta uang suap ketok palu, yang jelas sangat tidak mungkin untuk di penuhi,” kata Zola.
Zola juga mengatakan jika tekanan pada Pengesahan RAPBD 2017 tidak begitu besar, hanya saja di tahun 2018 tekanan untuk uang ketok palu begitu terasa.
“Kerena terlalu tertekan, saya telepon Pak Erwan untuk berkomunukasi dengan Asrul. Karena saya berpendapat Asrul bisa memberikan solusi atas masalah yang diciptakan pimpinan dewan kala itu,” ujarnya.
“Saya serba salah yang mulia, jika tidak di turuti, janji politik saya sebagai seorang Gubernur tidak bisa terwujud, jika mau semua janji politik terlaksana RPABD harus di sahkan,” ujarnya lagi.
Ayo Baca : Untuk Istri Tercinta, Zola Ucapkan Selamat Ultah di Pengadilan Tipikor Jambi
Zola menambahkan jika dirinya sudah berusaha menghindar untuk memberikan uang ketok palu ke anggota dewan, hanya saja posisi yang tidak menguntungkan.
“Saya sudah berusaha untuk tidak menemui para pimpinam untuk membicarakan uang, tapi pimpinan dewan terus menerus meneror pak Erwan dengan menanyakan mana uang jatah anggota,” akunya.
Terkait dengan uang yang sempat disita dan dikembalikan oleh penerima suap. Zola sama sekali tidak tahu, dia tahu uang itu dari Asiang ketika membaca berita di media cetak.
“Awalnya tidak tahu dari mana uang itu, waktu itu saya telpon Pak Erwan untuk bantu saya selesaikan masalah uang ketok palu,” sebutnya.
Saat ditanya oleh majelis hakim kapan Zola mengenal terdakwa Asiang? Mantan Gubernur Jambi itu tidak banyak bicara hanya saja dia mengenal Asiang saat bertemu di pesawat saat akan berangkat ke Jakarka.
“kalau tidak salah, setelah tiga bulan jadi Gubernur. Saat itu pak Asiang yang memperkenalkan dirinya kepada saya. Lagian saya juga hanya kenal nama saja, tidak pernah bertemu sebelumnya,” ucapnya.
Pengakuan dari Erwan Malik, dirinya juga sudah geram dengan tingkah para pimpinan dewan yang mengemis meminta uang dan fee proyek, sedangkan dirinya hanya Plt Sekda yang tidak bisa berbuat banyak.
“Sudah empat kali saya di telpon Pak Zoreman (Almarhum, red) dan lain dak bukan, minta duit la, sudah capek diminta terus, saya lapor la ke pak Gubernur. Pak Gubernur juga minta tolong dengan saya, mungkin cara kami yang salah,” sebut Erwan.
Erwan Malik juga setelah memberikan laporan ke Gubernur Zola, dia kembali di telepon untuk menemui para pimpinan dewan, saat itu masih Cornelis Buston, Chumaidi Zaidi, Ar syahbandar dan Zoerman Manap.
“Pas saya sampai, mereka (pimpinan dewan, red) marah, dan mengatakan jika tidak ada uang jangan harap korum, ada uang korum itu rapat paripurna pak Sekda,” akunya.
Dirinya sudah mengatakan jika KPK masih ada di Jambi karena menanda tangani nota kesepakatan bersih dari korupsi, tapi para pimpan dewan tidak bergemih dan tetap masih minta uang.
“Dewan itu tidak takut sama KPK yang mulia, padahal KPK di Jambi, masih ngotot nak minta uang. Kan kalau seperti itu sama saja memeras yang mulai, dua hari setelah itu ada OTT,” sebutnya.
Dalam persidangan dia mengaku jika masalah uang biasanya diurus dengan Dinas PU, bukanlah dirinya sebagai Plt Sekda.
“Biasanya PU yang mulia, kerena saya tidak tidak tahu dapat uang atau tidak untuk DPRD,” ujarnya.
Untuk kesaksian dari Asrul sendiri jika Asiang telah memberikan pinjaman uang, untuk suap anggota DPRD Provinsi Jambi.
“Yang minjam pak Arfan, dia kasih pinjam Rp 5 miliar,” kata Asrul.
Saat ditanya majelis hakim, dari siapa jika Asiang meminjamkan uang kepada Arfan, dia mangaku jika terdakwa mengatakannya sendiri.
“Dia bilang ke saya, waktu itu saya dan pak Asiang ketemu di pesawat, kebutuhan kursi kami bersebelahan,” akunya.
Ayo Baca : Jalani Sidang Perdana, Asiang Tiba di Pengadilan Tipikor Jambi
Sementara itu, Zainal Abidin ditahun 2018 dirinya tidak sama sekali menerima uang ketok palu, karena semuanya di selesaikan oleh ketua Fraksi Demokrat yakni Nasri Umar.
“Tidak dapat yang mulia, kalau tidak ada OTT mungkin dapat, tapi saya dapat Rp 370 juta, yang diantarkan sama kusnindar,” kata Zainal.
Sedangkan Efendi Hatta mengaku tidak mendapatkan uang ketok palu ditahun 2018, tapi sehari sebelum rapat paripurna pengesahan, Saipuddin menemui dirinya untuk meminta hadir dalam pengesahan RAPBD menjadi APBD.
“Waktu itu pak Saipuddin, minta tolong, nanti ada lah untuk saya, mungkin itu uang,” kata Efandi Hatta.
Saat ditanya apakah uang yang disita KPK dari tangan Saipuddin senilai Rp 800 juta, apakah jatah dari partai Demokrat?
“Kalau tidak ada OTT bisa jadi untuk kami itu yang mulia,” akunya.
Hasil dari keterangan para saksi yang dihadirkan, JPU Iskandar Marwoto menilai tidak ada saksi fakta baru, hanya saja dihadirkannya untuk memperlejas kemana saja uang terdakwa mengalir, karena berkasnya akan digunakan dalam perkara lain.
“Kalau fakta baru akan muncul ketika mendengarkan keterangan terdakwa, karena uang itu diduga dari terdakwa, tapi yang jelas sudah banyak penerima yang mengaku,” kata Iskandar. (Isy)