Ungkap.co.id – Debat publik menjadi ajang para pasangan calon kepala daerah untuk saling mengkritisi visi misi dan program kerja, sekaligus menonjolkan keunggulan masing-masing. Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Bungo yang digelar Sabtu (28/11/2020) malam, di Ball Room Semagi Hotel Muara Bungo.
Pada segmen tanya jawab, Hamas-Apri mempertanyakan visi misi calon kandidat nomor urut 1, H. Sudirman Zaini, SH., MH dan Dr. Erick Muhammad Henrizal, SE., MM (SZ-Erick). Salah satunya soal Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Namun sayang, serangan Hamas lewat pertanyaan-pertanyaannya tersebut justru menunjukkan keterbatasan ilmu dan pengalamannya.
“Justru kritikan Hamas itu menunjukkan bahwa pemikirannya kerdil. Kurang memahami, kurang pengalaman, dan sebagai pemimpin kurang update, wajar kalau Bungo 4 tahun ini tidak maju,” tutur Syarkoni Syam, Direktur Utama Pemenangan SZ-Erick.
Dimana, Hamas melontarkan beberapa pertanyaan terkait visi misi SZ-Erick yang dibaca dari selembar brosur. Hamas mengaku mendapat brosur tersebut dari KPU Kabupaten Bungo.
“Kalau saya lihat dan saya baca ini, ini semuanya dijiplak dari APBN ni, misi Indonesia 2021 ee 2019-2024. Saudara lupa mengeditnya sehingga ada kata-kata disini di Indonesia. Saya baca ya pak, nomor satu infrastruktur, infrastruktur itu ada kawasan ekonomi khusus, dimana ada kawasan ekonomi khusus, ekonomi khusus itu hanya ada di Jambi saja tetapi dak termasuk kawasan ekonomi khusus,” kritik Hamas.
Pertanyaan tersebut ditanggapi Erick Cawabup nomor urut 1.
“Kawasan Ekonomi Khusus, disini kan banyak, ada perkebunan, ada pertanian, ada karet, kita bisa menjadikan itu kawasan ekonomi khusus untuk sawit, untuk karet,” terang Erick.
Selain itu menurut Erick, potensi wisata juga bisa jadi alternatif pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus.
“Kita tahu bahwa di Kabupaten Bungo banyak potensi-potensi alam yang bisa dikembangkan menjadi pariwisata,” tutur Erick.
Terkait kritik Hamas yang menyebut visi misi SZ-Erick menjiplak misi pemerintah pusat. Syarkoni Syam menilai, Hamas terlalu berambisi menjatuhkan SZ-Erick dihadapan publik, namun tidak menyadari bahwa kritik yang disampaikan itu justru melemahkan dirinya.
“Bapak lupa ya bahwa program daerah harus selaras dengan program nasional? Program yang dikemas SZ-Erick sesuai arahan dari pemerintah pusat khususnya tentang berbagai kebijakan strategis agar program pembangunan nasional dan daerah harus selaras dan ini tentunya sangat kita dukung bersama sesuai dengan Visi dan Misi SZ-Erick yang fokus pada Investasi, industri dan infrastruktur,” ujar Syarkoni mantan pimpinan DPRD Bungo dua periode tersebut.
Upaya SZ-Erick bagaimana membuka peluang investasi dan lapangan kerja bagi masyarakat, sebab penciptaan lapangan kerja merupakan salah satu agenda besar pemerintah yang sejalan dengan program SZ-Erick menekan angka pengangguran di Kabupaten Bungo.
Upaya mengatasi pengangguran di Kabupaten Bungo, salah satunya lewat program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dimana, KEK di Indonesia telah diatur sejak tahun 2009 lalu. Program ini digagas sebagai bentuk pengembangan dari berbagai jenis kawasan ekonomi.
“Memang benar di Provinsi Jambi belum ada pembentukan KEK, nah karena alasan itulah, SZ-Erick akan berupaya agar KEK bisa dilakukan di Kabupaten Bungo. Jika daerah lain bisa, kenapa kita tidak bisa, sementara daerah kita punya potensi, sektor perkebunan di Kabupaten Bungo cukup besar dan masih menjadi andalan masyarakat, seperti karet dan sawit,” tutur Syarkoni.
KEK bisa mendorong untuk menangkap peluang investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan harapan banyak investor yang tertarik membangun kegiatan ekonomi yang berdaya saing di Kabupaten Bungo.
Soal pernyataan Apri yang mengoreksi program KEK SZ-Erick, yang menyebut bahwa KEK ditetapkan pemerintah pusat.
“Mohon maaf, terlalu dangkal pola fikirnya pak. Memang benar yang menetapkan pemerintah pusat, namun bukan berarti daerah tidak bisa mengupayakan itu. Sebagai contoh Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara, Bupatinya berupaya keras agar KEK terbentuk di daerahnya. Dia mengajukan pembentukan KEK ke pemerintah pusat, belum lama ini audiensi dengan Kementrian Peelrhubungan minta dukungan,” kata Syarkoni.
“KEK tentu harus ditopang infrastruktur yang memadai. Seperti yang dijelaskan oleh pak SZ,” papar Syarkoni.
Dilansir dari website Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus RI yang di-update pada 17 Februari 2020. Terdapat 15 KEK yang tersebar di Indonesia, mayoritas KEK terbentuk di Kabupaten/Kota. Seperti Kabupaten Simalungun, kegiatan utamanya adalah Industri Pengolahan Kelapa Sawit, Industri Pengolahan Karet, Pariwisata dan Logistik.
Selain itu, Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Kegiatan utamanya, Industri Pengolahan Kelapa Sawit, Industri Pengolahan Karet, Industri Petrokimia. Serta Kabupaten Bintan Kepulauan Riau, kegiatan utamanya industri adalah pengolahan bauksit dan logistik.
Selain itu, Hamas juga mengkritik soal program tambak ikan serta penggunaan APBN.
“Kemudian disini ada kawasan tambak ikan, tambak-tambak perikanan? dimana tambak-tambak perikanan di Kabupaten Bungo? ini cocoknya saudara mungkin jadi presiden dan wakil presiden 2021-2024 cocoknya ni,” kata Hamas seraya tersenyum seperti mengejek.
“kemudian yang kedua ada di penggunaan APBN, APBN di luar kewenangan kita pak. Kemudian ada disini pembangunan SDM diaspora bertalenta tinggi, saya mohon jelaskan anu apa saudara ini, terimakasih,” tanya Hamas.
Kemudian soal tambak ikan, memang banyak yang mengartikan bahwa tambak biasanya di daerah pantai. Namun sebenarnya bisa juga dilakukan di wilayah daratan.
“Sebagai contoh, seperti yang dilakukan Riau, potensi perikanan tambak di Riau dikembangkan dan diklasifikasikan menjadi dua wilayah. Yakni wilayah pesisir dengan potensi perikanan laut, dan wilayah daratan dengan potensi perikanan air tawar. Dan kita bisa lakukan itu di wilayah daratan dengan potensi perikanan air tawar,” tutur Syarkoni.
Sementara kritikan Hamas soal penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN), Syarkoni menjelaskan bahwa banyak kucuran dana ke daerah diberikan pemerintah pusat yang bersumber dari APBN. Seperti DAK, DAU, Dana Desa serta lain-lain.
“Tentu harus digunakan dengan baik, tepat sasaran, dan transparan,” pungkas Syarkoni. (TMC)