Ungkap.co.id – Ribuan hektar lahan PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS) baru – baru ini dikabarkan terbakar. Kebakaran tersebut diduga dilakukan untuk menghemat biaya Steking lahan atau yang lazim disebut renkliring.
Hal ini dikatakan oleh Sukiman selaku ketua umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Suaka Pelestari Pelindung Penjaga Lingkungan Hidup (SP3LH), Rabu (4/12/2019).
“Kita mengetahui ini dari masyarakat yang mengeluhkan jika kebun karetnya yang berbatasan dengan lahan milik PT AAS ikut terbakar, karena rambatan api dari lahan perusahaan tersebut,” kata Sukiman.
Lanjut Sukiman, lebih anehnya lagi pihak perusahaan mengkambinghitamkan masyarakat, seolah-olah yang membakar lahan. Padahal masyarakat hanya membantu untuk memadamkan api agar tidak merambat ke lahan masyarakat, namun malah dituduh masyarakat lah sebagai pelakunya.
“Dan yang lebih menyakitkan lagi, pihak perusahaan memaksa untuk membuat pernyataan agar pindah dari lahan miliknya. Kalau tidak mau pindah akan dijebloskan ke penjara dengan tuduhan telah membakar lahan,” ujar Sukiman.
“Insyaallah besok Senin, 9 Desember 2019, kami akan mengadakan aksi damai di depan kantor Bupati Sarolangun dan kantor DPRD Kabupaten Sarolangun. Kami menuntut pertanggungjawaban dari pihak perusahaan terhadap apa yang telah dilakukannya terhadap masyarakat,” ujar Sukiman lagi.
Kebakaran lahan di lokasi lahan PT AAS juga akui oleh perangkat desa setempat yang berinisial WS. WS mengatakan jika dia pernah ikut membantu memadamkan api di lahan perusahaan. Hal ini agar tidak merambat ke lahan warga.
“Waktu itu kami ada sebanyak empat belas orang yang turun membantu memadamkan api. Kami menyekat membatas lahan warga dengan lahan perusahaan agar api tidak merambat ke lahan warga,” ungkap WS.
“Jika selama lebih kurang tiga jam berjibaku memadamkan api, tak seorangpun terlihat dari pihak perusahaan yang membantu memadamkan api,” jelas WS.
Terkait hal tersebut, saat dikonfirmasi kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sarolangun melalui Kabid Penindakan, Sohadi Sohan, mengatakan jika dinas DLH mengetahui dari satelit. Ada sebanyak empat belas titik api berada di lahan PT AAS waktu itu.
“Kita telah turun bersama orang balai Gakum wilayah Sumatera. Saya mendampingi dari pihak kabupaten bersama DLH Provinsi juga turun, dan sudah ada berita acaranya. Ini masih berlanjut karena belum selesai pemeriksaannya,” terang Sohan.
Sementara itu, Distrik Manager PT AAS Firman Purba saat dikonfirmasi, Minggu (8/12/2019) melalui pesan WhatsApp membantah hal itu.
Dikatakannya bahwa apa yang terjadi itu hanya issue. Mungkin dilontarkan orang-orang yang ingin mendiskreditkan PT AAS atau orang-orang yang ingin mengambil keuntungan di tengah usaha PT AAS yang mengelola HTI ini.
“Mana mungkin kami bermain-main sekotor itu, tidak ada untungnya. Malah kerugian yang ada,” katanya.
“Untuk apa kami investasi pengadaan sarpras Dalkarhutla milyaran rupiah melebihi yang dipersyaratkan dalam peraturan Menteri LHK P.32 itu,” katanya lagi.
Diterangkannya, hitung saja
pengadaan menara api besi 30 meter 2 buah saja sudah Rp 700 juta,
pengadaan mobil tangki air dan dump truck angkut air dan mesin saja 2 unit suw hampir Rp 800 juta.
Sedangkan pengadaan mesin-mesin pompa induk Sibahura, Tohatsu 4 unit sudah Rp 600 juta. Belum lagi ujarnya, pompa jinjing mini striker 4 unit Rp 200 juta. Apalagi ditambah peralatan lainnya selang yang berpuluh-puluh gulung, embung air portable dan embung lapangan.
“Pengadaan drone 2 unit dan UAV pesawat tanpa awak tidak kurang dari Rp 500 juta. Belum lagi pengadaan alat berat yang selalu siap dialihkan untuk pembuatan sekat bakar, agar bila terjadi api supaya tidak menyebar. Exc beberapa unit, dan motor grader 2 unit,” terangnya.
Menurutnya, perusahaan sebesar Agronusa dan Wanakasita ini tidak mungkin main-main dengan tuduhan tersebut.
Lanjutnya, pembakaran lahan sangat diharamkan perusahaan HTI. Karena disamping merusak lingkungan, ada dua hal yang merugikan. Arang tidak boleh terselip sebutirpun dalam produk bubur kayu yang dijadikan kertas. Selain itu pembakaran juga menimbulkan degradasi kesuburan tanah. Untuk apa pihaknya membuang humus kalau harus menambah pupuk yang lebih mahal.
“Tidak mungkin kita melakukan hal bodoh seperti itu,” sebutnya.
Namun mungkin kejadian kebakaran pada kemarau lalu, ada saja orang yang ingin mengambil keuntungan pribadi khususnya perladangan pembukaan lahan atau garapan. Selain itu ada yang membuat alibi kebakaran yg tidak disengaja yang akhirnya merembet ke ladangnya sendiri supaya terbakar.
Banyak modus yang terjadi. Yang jelas kini pihaknya mengamankan dulu areal yang terbakar agar tidak diserobot orang, sebab banyak orang sekarang mencoba mulai menanam dan berkebun.
“Saat ini kami membuat parit-parit batas pada areal-areal perladangan yang terbakar dan belum mengolahnya. Hanya memantau dan mengintai siapa oknum masyarakat penggarap yang ingin mencoba-coba untuk menduduki lahan terbakar tersebut untuk berkebun. Parit dibuat untuk penandaan batas. Jalan diperbaiki untuk memudahkan patroli.
“Harapan kami agar setiap masyarakat jangan mau diperdaya oleh oknum-oknum tertentu yang selalu memperjualbelikan lahan hutan sebagai lahan garapan. Sebab cukup banyak saat ini masyarakat tertipu karena membeli lahan hutan dan mencoba membukanya untuk berkebun,” pungkasnya. (An)