Ungkap.co.id – Polda Jambi melalui Biro SDM mengadakan pembinaan personel dalam rangka penanggulangan pencegahan radikalisme dan intoleransi personel Polda Jambi tahun 2021 di Swiss Bell Hotel, Kota Jambi, Kamis (11/11/21).
Kapolda Jambi Irjen Pol A Rachmad Wibowo, membuka langsung pengarahan pembinaan personel Polda Jambi ini, yang dihadiri oleh Ketua MUI Provinsi Jambi, pejabat utama Polda Jambi, Kakanwil Kemenag Provinsi Jambi, Kepala Kesbangpol Provinsi Jambi, Pengurus Masjid di Polres, Kabag SDM, Kasat Intel dan Kasi Propam Polres jajaran.
Kapolda Jambi dalam arahannya menyampaikan analisa Roy J. Eidelson & Judi Eidelson dari Pennsylvania University dalam Jurnal American Psikologys 2003, kemudian Psikolog Fathali M. Moghadam serta profesor Sarlito Wirawan Sarwono perihal mengapa orang menjadi radikal.
Disampaikan jenderal bintang dua ini bahwa Roy J. Eidelson &Judi Eidelson menyebutkan, radikalisme itu muncul pada seseorang apabila didalam dirinya memiliki 5 ide berbahaya yakni superioritas, ketidakadilan (injustice), kerentanan, ketidakkepercayaan (distrus) dan ketidakberdayaan.
“Ini mungkin saja terjadi di lingkungan masyarakat sekitar kita tinggal atau tempat kita bekerja, ataupun di internal kita, kalau mereka ingin memperjuangkan itu, dia akan menjadi pemberontak dan mengangkat senjata secara fisik,” ungkap Rachmad.
Baca Juga : Akan Gelar Razia Kembali, Polda Jambi Telah Tindak 1052 Angkutan Batubara
Rachmad mengatakan, kalau itu sudah menjadi pilihannya dan terjadi di lingkungan Polri, maka rata-rata mereka keluar dari Polri dan membentuk grup sendiri. Dalam analisa Psikolog Fathali M. Moghadam, kajian psikolog tersebut yang menjabarkan anak tangga menuju aksi teror.
“Ini yang perlu diantisipasi bapak-ibu sekalian, terkait dengan radikalisme dan intoleran ini, bukan saja di masyarakat tetapi juga di tubuh Polri,” ujarnya.
Lanjutnya, dalam beberapa penulisan mengatakan bahwa ide berbahaya itu dilatarbelakangi motif ekonomi, tetapi ada juga adanya kurangnya edukasi dan sentuhan dari pimpinan.
“Sehingga anggota, merasa bahwa dia kurang tepat, karena keyakinannya dia tidak sesuai dengan program kegiatan dan visi misi Polri, ini anggota-anggota yang perlu kita kendalikan, kita tarik, kita beri penjelasan dan kita berikan edukasi, bahwa menjadi anggota Polri itu bukan paksaan,” terangnya.
Kemudian bagaimana caranya agar anggota Polri tidak memiliki ide yang berbahaya, yaitu dengan mengedepankan bagian psikologi di Biro SDM yang sangat berperan dalam mencegah timbulnya radikalisme dan intoleran di tubuh Polri serta peran Kasatker, Kasatwil dan para perwira/supervisor dalam membimbing dan mengarahkan, mengenali perubahan sikap dan memecahkan masalah anggota. (Irwansyah)