Ungkap.co.id – Aksi solidaritas warga Mandiangin yang di dampingi LSM SP3LH menuntut ganti rugi atas lahan warga yang bernama (Yahya, red) kepada PT Jambi Prima Coal (PT JPC).
“Lahan tersebut diduga belum dilakukan pembebasan oleh pihak perusahaan PT JPC, sementara batubara diduga sudah lebih dari 300 ribu ton telah diambil dan dijual oleh pihak perusahaan PT JPC,” kata Sukiman saat berorasi.
Aksi penyetopan mobil angkutan batubara dari site PT JPC digelar Senin (27/7/20) sekira pukul 10.00 WIB, di Jalan Lintas Sarolangun-Jambi, tepatnya di depan Kantor Camat Mandiangin.
Massa menyetop semua angkutan batubara yang melintas, baik yang sudah bermuatan batubara ataupun belum dari PT JPC dilarang lewat dan para sopir diingatkan agar jangan mengangkut batubara dari PT JPC sebelum persoalan ini ada ganti rugi atau ada tanggung jawab dari pihak perusahaan.
Massa mengancam tidak akan berhenti sebelum persoalan ganti rugi ini dapat diselesaikan oleh pihak perusahaan.
Sebelumnya antara pihak perusahaan dan warga yang di dampingi oleh LSM SP3LH telah diadakan mediasi yang difasilitasi DLH Kabupaten Sarolangun dan dipimpin oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sarolangun Deshendri pada (15/6/2020) lalu. Dari hasil musyawarah tersebut ada sebanyak empat poin :
1.Bahwa para pihak (Riza Pahlefi, Yahya dan pihak PT Jambi Prima Coal) sepakat untuk menyelesaikan permasalahan ini secara damai dan kekeluargaan;
2.Dari penjelasan pihak Yahya yang dikuasakan kepada LSM SP3LH. Pihak Riza Pahlefi dan PT JPC akan mengambil satu kebijakan/mencari solusi terkait hasil musyawarah kepada manajemen pusat terkait hasil pertemuan pada tanggal 15 Juli 2020;
3. Diberikan waktu kepada pihak perusahaan untuk mengambil keputusan paling lama 7 hari dan disampaikan kepada bapak Bupati Sarolangun Cq. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sarolangun;
4. Apabila dalam batas waktu sebagaimana tersebut di atas pada angka 3 belum ada keputusan dari pihak PT Jambi Prima Coal, maka Yahya dan LSM SP3LH akan menghentikan kendaraan truk batubara yang berasal dari PT Jambi Prima Coal serta menempuh jalur hukum.
Namun hampir satu bulan pihak perusahaan belum ada kejelasan dan beritikad baik untuk melakukan penyelesaian dari permasalahan tersebut.
Sementara itu, lebih dari 50 warga suku anak dalam (SAD) juga ikut menggelar aksi. Mereka menuntut ganti rugi atas kerusakan Sungai Pemusiran akibat diduga aktivitas tambang batubara.
Wakil Temengung yang bernama Melamun di hadapan beberapa media mengatakan, pihaknya sudah kehilangan mata pencarian semenjak perusahaan beroperasi.
“Labi-labi sudah habis, air sungai sudah keruh, kami sudah tidak ada mata pencarian lagi. Jadi kami juga menuntut hak kami, sungai ditempat kami sudah rusak,” katanya.
“Tidak tutup kemungkinan akan ada penambahan sekitar 700 orang lagi warga SAD yang akan ikut menuntut pihak perusahaan jika persoalan ini tidak segerah ditanggapi,” tambahnya.
Aksi warga dijaga ketat pihak kepolisian Polres Sarolangun dan Polsek Mandiangin. (An)